Skip to main content

Pengakuan Australia Terhadap Kemerdekaan Indonesia

Usaha Indonesia untuk mendapatkan pengakuan di dunia internasional juga dilakukan terhadap tetangga dekatnya, yaitu Australia.

Usaha-usaha Pemerintah Belanda untuk meneguhkan kembali kendali kolonialnya di Indonesia di antara tahun 1945 hingga tahun 1949 benar-benar dihalangi oleh Serikat Buruh dan Pemerintah Australia yang saat itu dikuasai Partai Buruh. 

Setidaknya, terdapat dua peristiwa penting yang menunjukkan dukungan pemerintah untuk pemerintah Indonesia dalam mencegah kembalinya penjajahan Belanda, yaitu sebagai berikut.

Adanya pemboikotan terhadap kapal-kapal Belanda yang memuat senjata untuk dibawa ke Indonesia. Pemboikotan ini diprakarsai oleh cabang Brisbane dari Waterside Workers Federation (WWF) / Federasi Pekerja Pesisir Australia.

Partisipasi aktif Australia untuk menyelesaikan sengketa Indonesia-Belanda dan bersungguh-sungguh mendukung Indonesia menentang Belanda. Hal ini dapat dilihat dari sikap anggota Australia dalam Komisi Jasa-Jasa Baik Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Indonesia.

Dukungan Australia untuk pemerintah Indonesia dalam menentang Belanda yang pertama, yaitu dengan pemboikotan kapal-kapal Belanda. Dengan inisiatif Partai Komunis Australia (ACP) dan pimpinan Komunis dari Serikat Buruh Perairan Australia, para buruh pelabuhan Australia pada 20 September 1945 di seluruh pelabuhan Australia melarang pemuatan ke atas kapal Belanda yang berlayar ke Hindia Belanda. 

Pemboikotan diprakarsai oleh pelaut-pelaut Indonesia yang meninggalkan enam kapal Belanda di pelabuhan Brisbane pada 24 September 29145. Aksi ini segera diikuti dengan sebuah keputusan WWF cabang Brisbane untuk memboikot keenam kapal tersebut.

Federasi Pekerja Pesisir Australia (WWF) mencegah keberangkatan kapal Belanda yang penuh dengan pasukan, persenjataan, dan perlengkapan lainnya dari pelabuhan Australia. 

Dimulai di Brisbane, embargo tersebut mendapatkan banyak dukungan dari seluruh pekerja di pelabuhan utama lainnya di Australia, termasuk Sydney, Melbourne, dan Adelaide. WWF menolak memuat barang-barang Belanda dan memperbaiki kapal Belanda dan kemudian memboikot semua transportasi, toko, dan pengisian darat.

Embargo terus berlangsung sampai tahun 1948. Tiga puluh satu serikat pekerja Australia dan empat serikat pekerja Asia secara langsung menghentikan 559 kapal yang seharusnya adalah persediaan bagi usaha Belanda. Selambat-lambatnya akhir Maret 1946, misalnya, 1000 truk Belanda yang seharusnya dikirim ke Indonesia masih tetap di Australia. Pembuat kebijakan di Australia bersimpati dengan kelompok nasionalis anti-kolonial, tetapi juga ingin menghentikan pertumbuhan gerakan komunis yang terlibat dalam perjuangan untuk kemerdekaan.

Selain itu, masyarakat Indonesia di Australia juga mengambil peran penting dalam pemboikotan ini. Melalui kontaknya sebelumnya dengan WWF di beberapa kota Asutralia, para Veteran Tanah Merah melalui organisasi mereka, Indonesian Political Exile's Association tampil efektif mengimbau serikat-serikat buruh untuk melancarkan pemboikotan terhadap semua kapal-kapal Belanda yang mengangkut piranti keras militer yang mungkin digunakan untuk menindas Republik Indonesia. Pada 26 September 1945, Dewan Federal memutuskan pemogokan menyeluruh terhadap semua kapal Belanda di pelabuhan-pelabuhan Australia. Peristiwa ini dikenal Black Armada.


FYI BLACK ARMADA

Black Armada adalah peristiwa aksi pemboikotan kapal-kapal Belanda di Australia oleh para pekerja pelabuhan Australia yang memberi dukungan terhadap kemerdekaan Indonesia. Aksi ini berawal dari sejumlah pekerja pelabuhan asal Indonesia di Sidney yang mendengar berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dari warta berita siaran radio gelombang pendek.

Seorang pekerja kapal Belanda bernama Tukliwon menyampaikan berita tersebut pada rekan-rekannya. Beberapa hari kemudian Tukliwon dan sejumlah rekannya yang bekerja di kapal feri Belanda menolak perintah untuk berlayar. 

Aksi ini memicu dukungan dari serikat pekerja pelabuhan Australia yang langsung memerintahkan anggotanya untuk memboikot seluruh kapal Belanda yang membawa amunisi dn material lain yang digunakan untuk menyerang Pemerintah Indonesia

Pada 24 September terjadilah aksi boikot secara besar-besaran terhadap kapal-kapal milik Belanda di Pelabuhan Brisbane dan Sidney yang kemudian menyebar ke Melbourne dan Fremantle. Aksi mencapai puncaknya dengan terjadinya demonstrasi di kantor Kedutaan Besar Belanda pada 28 September 1945 yang mendesak Belanda untuk segera meninggalkan Indonesia.


SUMBER

Hermawan,dkk.2018.Sejarah Peminatan Ilmu-Ilmu Sosial Kelas XII.Jakarta: Yudhistira

Comments

Popular posts from this blog

Saluran dan Cara-cara Islamisasi di Nusantara

Menurut Uka Tjandrasasmita (1984), saluran-saluran Islamisasi yang beerkembang ada enam, yaitu : a. Saluran Perdagangan Pada taraf permulaan, saluran Islamisasi adalah perdagangan. Kesibukan lalu lintas perdagangan pada abad ke-7 hingga ke-16 M. membuat pedagang-pedagang muslim (Arab, Persia dan India) tidak turut ambil bagian dalam perdagangan dari negeri-negeri bagian barat, tenggara dan timur benua asia. Saluran Islamisasi melalui perdagangan ini Sangat menguntungkan karena para raja dan bangsawan turut serta dalam kegiatan perdagangan, bahkan mereka menjadi pemilik kapal dan saham. Mengutip pendapat Tome Pires berkenaan dengan saluran Islamisasi melalui perdagangan ini di pesisir pulau Jawa, Uka Tjandrasasmita menyebutkan bahwa para pedagang muslim banyak yang bermukim di pesisir pulau Jawa yang penduduknya ketika itu mash kafir. Mereka berhasil mendirikan masjid-masjid dan mendatangkan mullah-mullah dari luar sehingga jumlah mereka banyak, dan karenanya anak-anak muslim itu men

REUNIFIKASI JERMAN 1990

Reunifikasi Jerman adalah peristiwa penyatuan kembali Jerman Barat dan Jerman Timur menjadi satu negara. Reunifikasi Jerman berlangsung pada sekitar tahun 1990. Reunifikasi Jerman diawali dengan peristiwa demonstrasi masyarakat Jerman Timur dan peruntuhan Tembok Berlin pada November 1989.  Kekalahan Jerman dalam Perang Dunia II mengakibatkan negara ini terbelah menjadi dua negara yaitu, Jerman Barat dan Jerman Timur. Pembagian wilayah Jerman diatur dalam perjanjian Postdam pada 2 Agustus 1945 yang disepakati oleh Amerika, Uni Soviet, Inggris dan Prancis. Berikut isi dari Perjanjian Postdam yaitu :  Jerman dibagi dalam empat daerah pendudukan, yaitu jerman timur oleh Uni Soviet dan Jerman Barat oleh Amerika, Inggris dan Prancis. Kota Berlin yang terletak di tengah-tengah daerah pendudukan Uni Soviet juga diduduki. Berlin Timur diduduki oleh Uni Soviet dan Berlin barat oleh Amerika, Inggris dan Prancis. Daerah Danzig dan Niesse diberikan kepada Polandia Demiliterisasi (pembebasan pendudu