Skip to main content

Respon PBB terhadap Proklamasi Kemerdekaan RI

Indonesia resmi menjadi anggota PBB ke-60 pada tanggal 28 September 1950 dengan suara bulat dari para negara anggota. Hal tersebut terjadi kurang dari setahun setelah pengakuan kedaulatan oleh Belanda melalui Konferensi Meja Bundar. Indonesia dan PBB memiliki keterikatan sejarah yang kuat mengingat kemerdekaan Indonesia yang diproklamasikan pada tahun 1945, tahun yang sama ketika PBB didirikan dan sejak tahun itu pula PBB secara konsisten mendukung Indonesia untuk menjadi negara yang merdeka, berdaulat, dan mandiri. Oleh sebab itu, banyak negara yang mendaulat Indonesia sebagai “truly a child” dari PBB. Hal ini dikarenakan peran PBB terhadap Indonesia pada masa revolusi fisik cukup besar seperti ketika terjadi Agresi Militer Belanda I, Indonesia dan Australia mengusulkan agar persoalan Indonesia dibahas dalam sidang umum PBB. Selanjutnya, PBB membentuk Committee of Good Offices (GCO) atau dikenal dengan istilah Komisi Tiga Negara (KTN). Komisi ini terdiri dari tiga negara anggota: Australia (dipilih oleh Indonesia), Belgia (dipilih oleh Belanda), dan Amerika Serikat (dipilih oleh keduanya). Melalui KTN ini PBB membawa Indonesia-Belanda ke meja Perundingan Renville. Ketika terjadi Agresi militer Belanda II, PBB membentuk UNCI yang mempertemukan Indonesia-Belanda dalam Perundingan Roem Royen.

Indonesia kemudian diakui kemerdekaaanya oleh negara-negara PBB dan Indonesia menjadi anggota PBB setelah kemerdekaan Indonesia diakui oleh Belanda pada 27 Desember 1949. hal ini tidak terlepas dari peran PBB melalui UNCI dalam mengawasi berlangsungnya Konferensi Meja Bundar di Den Haag Belanda, pada tanggal 23 Agustus - 2 November 1949. Pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa melalui Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa nomor 86, yang ditetapkan pada tanggal 26 September 1950. Resolusi ini dibuat setelah PBB menemukan bahwa “Republik Indonesia adalah negara yang mencintai perdamaian yang memenuhi persyaratan yang diatur dalam Pasal 4 Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa”.  

Pemerintah RI mengutus Lambertus Nicodemus Palar sebagai Wakil Tetap RI yang pertama di PBB. Duta Besar Palar bahkan telah memiliki peran besar dalam usaha mendapatkan pengakuan internasional kemerdekaan Indonesia pada saat konflik antara Belanda dan Indonesia pada tahun 1947. Duta Besar Palar memperdebatkan posisi kedaulatan Indonesia di PBB dan di Dewan Keamanan walaupun pada saat itu beliau hanya sebagai "peninjau" di PBB karena Indonesia belum menjadi anggota pada saat itu. Pada saat berpidato di muka Sidang Majelis Umum PBB ketika Indonesia diterima sebagai anggota PBB, Duta Besar Palar berterima kasih kepada para pendukung Indonesia dan berjanji bahwa Indonesia akan melaksanakan kewajibannya sebagai anggota PBB. Posisi Wakil Tetap RI dijabatnya hingga tahun 1953. 

Selain Palar sebagai jubir dalam sidang DK PBB, juga ada Agus Salim sebagai ketua delegasi dalam misi diplomasi mencari dukungan kemerdekaan. Agus Salim ditunjuk sebagai salah satu delegasi indonesia untuk menghadiri sidang DK PBB dengan agenda permasalahan Agresi Militer Belanda I di Indonesia.

 Sutan Sjahrir juga ikut berperan dalam diplomasi khususnya pada Agresi Militer Belanda I karena dipercaya sebagai Menteri Luar Negeri semenjak 14 November 1945. Satu bulan setelah mewakili Indonesia dalam Inter Asia Relations Conference di New Delhi, beliau menjadi salah satu delegasi dalam sidang DK PBB. Setelah tidak menjabat lagi perdana menteri, sutan sjahrir diutus menjadi perwakilan Indonesia di PBB dalam upaya menyuarakan eksistensi RI.

Soemitro Djoyohadikusumo merupakan seorang ekonom andal Indonesia dengan latar belakang pendidikan ekonomi. Beliau dipercaya untuk mewakili Indonesia menjadi salah satu delegasi dalam sidang DK PBB di Lake Success Amerika Serikat. 

Sumber :

1. Buku Paket Sejarah Peminatan kelas XII Intan Pariwara

2. Kemlu.go.id

3. berbagai sumber

Comments

Popular posts from this blog

Saluran dan Cara-cara Islamisasi di Nusantara

Menurut Uka Tjandrasasmita (1984), saluran-saluran Islamisasi yang beerkembang ada enam, yaitu : a. Saluran Perdagangan Pada taraf permulaan, saluran Islamisasi adalah perdagangan. Kesibukan lalu lintas perdagangan pada abad ke-7 hingga ke-16 M. membuat pedagang-pedagang muslim (Arab, Persia dan India) tidak turut ambil bagian dalam perdagangan dari negeri-negeri bagian barat, tenggara dan timur benua asia. Saluran Islamisasi melalui perdagangan ini Sangat menguntungkan karena para raja dan bangsawan turut serta dalam kegiatan perdagangan, bahkan mereka menjadi pemilik kapal dan saham. Mengutip pendapat Tome Pires berkenaan dengan saluran Islamisasi melalui perdagangan ini di pesisir pulau Jawa, Uka Tjandrasasmita menyebutkan bahwa para pedagang muslim banyak yang bermukim di pesisir pulau Jawa yang penduduknya ketika itu mash kafir. Mereka berhasil mendirikan masjid-masjid dan mendatangkan mullah-mullah dari luar sehingga jumlah mereka banyak, dan karenanya anak-anak muslim itu men

Pasar sebagai Gerbang Islamisasi

Bangsa Arab yang tinggal di Jazirah Arab, daratannya dikelilingi oleh lautan. Namun terhimpit oleh samudra sahara pasir kuning yang tandus, mencoba bangkit dengan wahyu ilahi menjadi bangsa yang mampu menguasai bahari kelautan. Dengan mengarungi samudera dan melintasi benua, bangsa Arab membangun jalan laut niaga, guna meretas ajaran Islam untuk didakwahkan ke pelosok dunia (Ahmad Mansur, 2009 : 26). Gerak sejarah Islam berputar Sangat menakjubkan. Meluas hingga ke batas cakrawala dunia. Bukan gerakan dari istana ke istana, melainkan dari pasar ke pasar. Para wirausahawan tidak hanya memasarkan komoditi barang dagangan, tetapi juga menjadikan pasar sebagai arena amal ajaran niaga Islami. Menumbangkan ajaran Politheisme dan digantikan dengan dengan ajaran tauhid. Dampaknya, aturan jahiliyah pun roboh, tidak mampu bertahan (Ahmad Mansur, 2009 : 27). Pasar diperkirakan oleh sementara pihak hanya sebagai tempat memenuhi kebutuhan materi. Perkiraan sepert

Pengakuan Kemerdekaan Indonesia dari Mesir

Di mesir terdapat sebuah Organisasi Islam yang dinamai Al-Ikhwan Al-Muslimun yang dipimpin Syaikh Hasan Al-Banna memperlihatkan dukungan positif terhadap kemerdekaan Indonesia.  Gerakan Ikhwanul Muslimin merupakan gerakan Persaudaraan Islamiyah atau Pan Islamisme yang gigih menentang kolonialisme Inggris di Mesir. Gerakan ini juga aktif menggalang persaudaraan di kalangan umat muslim. Begitu mendapatkan informasi bahwa Indonesia telah memproklamasikan kemerdekaan ke seluruh dunia, Mesir langsung mengirimkan perwakilan Konsul Jenderalnya yang bernama Moh. Abdul Mun'im untuk datang ke Yogyakarta. Kunjungan Mun'im itu untuk mewakili negerinya dan membawa pesan dari Liga Arab untuk mendukung kemerdekaan Indonesia. Ditemani Ketut Tantri (Muriel Pearson) yang menetap di Indonesia dan berprofesi sebagai penyiar radio nasional, wanita Amerika yang banyak membantu perjuangan rakyat Indonesia di masa revolusi. Mun'im menghadap Presiden Soekarno untuk menyampaikan pesan-pesan dari Lig